Jakarta, Kadin Indonesia Institute menggelar seminar dengan tajuk “Mengupas dan Mengimplementasikan Jalur Perdagangan Bilateral: Indonesia – UE dan Indonesia – AS ” dalam rangka Sosialisasi dam Persiapan Perjanjian Politik IEU- CEPA dan Kerangka Perdagangan Indonesia -USA di Menara Kadin Indonesia, Senin (04/07/25).
Chairman Kadin Indonesia Institute
Mulya Amri, Ph.D., mengatakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia optimistis kesepakatan kerja sama dagang antara Indonesia dan Uni Eropa akan mendongkrak angka net ekspor ke kawasan tersebut. Perjanjian dagang itu dimuat dalam Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Mulya menilai produk produk Indonesia bisa masuk sesuai dengan standar yang berlaku Eropa. Tentu ini khabar baik untuk produk UMKM kita dan banyak sekali produk produk UMKM kita yang punya pasar di Eropa. Mungkin dari segi standarnya masih harus ditingkatkan dan orang Eropa bersedia meningkatkan dari standar standar produk produk UMKM, imbuhnya.
Banyak produk produk yang mendapatkan preferensial atau keistimewaan tarif dalam hal perdagangan dan mendapatkan atensi khusus untuk didahulukan. Seperti produk produk UMKM, produk pertanian, produk perkebunan seperti sawit, kopi , kakao yang banyak dilakukan UMKM petani kecil, jelas Mulya.
Ke depan Kadin bisa bekerjasama bahu membahu dengan pemerintah untuk sama sama tingkatkan regulasinya agar produk produk kita makin kompetitif. Kita berusaha mempertahankan sektor sektor yang memperkerjakan banyak tenaga kerja. Kalau kita lihat dari segi apparel atau garmen dan footwear bisa memperkerjakan jutaan pekerja. Produk pertanian juga padat karya mempekerjakan jutaan pekerja.
Selain IEU-CEPA, kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat bisa berkontribusi terhadap net ekspor Indonesia. Dalam perjanjian yang disepakati kedua negara, Amerika Serikat memberikan tarif ekspor 19 persen kepada Indonesia. Kesepakatan ini juga menetapkan tarif 0 persen untuk beberapa produk impor AS ke Indonesia.
Kedua kesepakatan tersebut tidak hanya membuka akses pasar, tapi juga membuka peluang investasi dari negara-negara tersebut ke Indonesia, pungkasnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan dan Luar Negeri Pahala Mansury menilai perjanjian dagang dengan Uni Eropa merupakan momentum memperluas pasar ekspor. Ia menuturkan perjanjian ini bisa menjadi jalan keluar agar pasar ekspor tidak terlalu bergantung pada satu negara.
Dimana 3 kawasan utama tujuan ekspor Indonesia saat ini adalah Cina, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Namun, ia melanjutkan, ketergantungan Indonesia terhadap pasar Cina terlalu tinggi. Sementara itu, akses ke pasar Eropa dan Amerika masih perlu ditingkatkan. Dua kawasan tersebut memiliki potensi besar dengan populasi lebih dari 700 juta jiwa. Dengan kesepakatan IEU-CEPA, ia berharap peningkatan ekspor ke kawasan tersebut mampu mendongkrak net ekspor terhadap produk domestik bruto,” ujarnya.
Pemerintah telah menetapkan peta jalan penyelesaian IEU-CEPA, dimulai dari periode September 2025 hingga kuartal II 2026 untuk penyelesaian prosedur domestik di masing-masing negara.
Penandatanganan IEU CEPA ditargetkan berlangsung antara kuartal II hingga kuartal III 2026, dilanjutkan dengan proses ratifikasi dan penyusunan undang-undang oleh DPR RI pada kuartal II hingga kuartal IV 2026 dan implementasi penuh IEU CEPA ditargetkan dapat dimulai pada kuartal I 2027.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan bahwa proses legal scrubbing akan difokuskan pada periode Juli hingga September 2025.
“Kalau di Indonesia prosesnya relatif cepat, mungkin 1-2 bulan. Tapi di Uni Eropa bisa sampai 10–12 bulan karena harus melewati berbagai tahap administratif dan legislasi nasional,” ujar Djatmiko.
Ia menambahkan, jika proses ini berjalan sesuai rencana, maka penandatanganan IEU CEPA bisa dilakukan pada kuartal II atau III tahun depan, dan implementasi penuh dapat dimulai pada awal 2027.